Apakah kebahagiaan itu?
Oleh: Ibn Maqshudy.

Manusia dengan segala kekuatan yang di- milikinya berusaha untuk mencari segala kebahagiaan. Memangnya seperti apakah kebahagiaan itu? Dan dimana letak keberadaannya?
Apakah kebahagiaan berada di dalam limpahan dan banyaknya harta? Ataukah berada di dalam keindahan segala perhiasan semisal emas , perak, permata dan lainnya? Atau kendaraan-kendaraan indah, bangunan dan rumah-rumah mewah? Atau apakah itu di dalam tingginya pangkat dan kedudukan? Atau apakah ketika memiliki badan sehat dan tidak pernah sakit atau kelaparan? Ataukah ketika diri kita selamat dari segala bahaya dan tipu daya orang lain?
Manusia demi mendapatkan kebahagiaan tak segan mereka mecarinya di jalan-jalan terlarang dan menyimpang, pada jalan seperti ini yang mereka tempuh lebih seringnya hanya membawa mereka pada kehancuran mereka sendiri, dan di akhirat sudah tentu saja menjadi satu sebab laknat dan siksa Allah tertimpakan pada diri mereka.
Lihatlah ketika Fir’aun dan para pengikutnya mencari kebahagiaan di dalam kekuasaan, akan tetapi kekuasaan yang tanpa di dasari dengan keimanan, memerintah tanpa di sertai ketaatan kepada Allah –ta’aalaa-, kemudian di tambah dengan perilaku zalim, lalim dan sewenang-wenang mereka terhadap masyarakat yang berada di bawah kekuasaan mereka.
ونادى فرعون فى قومه قال يا قوم أليس لى ملكُ مصرَ وهذه الأنهار تجرى من تحتى أفلا تبصرون
“Dan Fir'aun berseru kepada kaumnya (seraya) berkata: "Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku; maka apakah kamu tidak melihat(nya)?”
Dia telah melupakan satu hal, bahwa sesungguhnya yang membuatnya memiliki semua itu adalah Allah –ta’aalaa-, yang telah memberinya kekuasaan terhadap tanah mesir adalah atas kehendak Allah –ta’aalaa-, yang telah membuat manusia tunduk berkumpul di sekitarnya juga adalah Allah –ta’aalaa-, yang telah memberi ia makan dan minum juga adalah Allah –ta’aalaa-, bersamaan dengan itu Fir’aun, Haman dan para pengikut mereka masih mengingkari kebenaran ini semua yang datang dari sang maha pemilik. Hingga dengan kesombongannya Fir’aun sampai berani berkata sebagaimana di abadikan dalam Qur’an:
ما علمت لكم من إله غيرى
“saya tidak tahu bagi kalian ada Tuhan selainku”
Kemudian lihat dan perhatikanah, balasan untuk semua kesombongan serta kedurhakaannya kepada Allah –ta’aalaa- ; dia tidak pernah bisa menghasilkan dan mendapatkan kebahagiaan apapun yang di carinya, bahkan bagian untuknya adalah kecelakaan, kehancuran serta laknat di dunia dan akhirat:

فأخذه الله نكال الآخرة والأولى
“Maka Allah mengazabnya dengan azab di akhirat dan azab di dunia.”
Kemudian Allah berfirman menceritaskan kepada kita tentang fir’aun dan para pembantunya pada apa yang akan mereka dapatkan kelak:
النار يعرضون عليها غدوا وعشيا ويوم تقوم الساعة أدخلوا آل فرعون أشد العذاب
“Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang , dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras."
Kemudian dalam contoh lainnya yang Allah ceritakan kepada kita di dalam Qur’annya; ketika Allah –ta’aalaa- telah begitu banyak memberikan perbendaharaan dunia kepada Qarun, yang dimana ia –Qarun- tidak mengumpulkannya bukan sebab dengan menggunakan kesungguhannya, bukan juga karena kecerdasannya, dan bukan dengan keringat ataupun sebab kepiawaiannya. Qarun menyangka ia adalah satu-satunya orang yang paling bahagia dengan segala apa yang di milikinya, kemudian ingkar terhadap semua nikmat Allah atasnya itu, sedangkan Tuhannya telah memperingatkannya melaui Utusannya supaya ia tidak menjadi orang yang kufur terhadap nikmat Tuhannya, akan tetapi Qarun malah lebih memilih membuang rasa syukur jauh-jauh dari harta yang di milikinya; ia lebih memilih berjalan di muka bumi dengan kerusakan, maka akibatnya adalah balasan yang sungguh pahit rasanya. Ia tidak sadar dan mengingkari bahwasannya semua miliknya itu adalah pemberian Allah dan karunianya yang harus di syukuri dengan sebaik-baiknya.
فخسفنا به وبداره الأرض فما كان له من فئة ينصرونه من دون الله وما كان من المنتصرين
“ Maka Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).”

Kemudian kita lihat dan saksikan permisalan lainnya, dia adalah Al Walid bin Al Mughiroh; perhatikanlah bagaimana dia mencari kebahagiaan di jalan yang salah. Allah memberinya 10 orang anak laki-laki, kemudian ia dengan bangga menghadiri pesta-perta atau jamuan-jamuan di sertai dengan anak-anaknya, 5 di kanan dan 5 di kiri, bersamaan dengan itu dia telah lupa bahwasannya Allah –ta’aalaa- pada awalnya menciptakannya dalam keadaan seorang diri tanpa seorangpun anak- pun. Firmannya:
ذرنى ومن خلقت وحيدا() وجعلت له مالا ممدودا ()وبنين شهودا()ومهدت له تمهيدا()ثم يطمع أن أزيدا()كلا إنه كان لآياتنا عنيدا ()
“Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian . Dan Aku jadikan baginya harta benda yang banyak, dan anak-anak yang selalu bersama dia, dan Ku lapangkan baginya (rezki dan kekuasaan) dengan selapang-lapangnya, kemudian dia ingin sekali supaya Aku menambahnya. Sekali-kali tidak (akan Aku tambah), karena sesungguhnya dia menentang ayat-ayat Kami (Al Quran)."
Lihatlah dia kemudian apa yang di lakukannya? Bagaimana ia bersikap terhadap segala amanah banyak anak serta kelapangan kehidupan dunianya, Ia malah menjadikan anak-anaknya prajurit-prajurit yang memerangi Allah, kecuali yang Allah –a’aalaa- rahmati saja yang kemudian mendapatkan hidayahnya. Allah -ta’aalaa- kemudian menjelaskan apa yang akan di timpakan kepada Al Walid dan tentunya bagi orang-orang yang mengikuti jejaknya:
سأصليه سقر () وما أدريك ما سقر() لا تبقى ولا تذر () لواحة للبشر () عليها تسعة عشر()
“Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar. Tahukah kamu apakah (neraka) Saqar itu? Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan . (Neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia. Dan di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga).”
Wahai orang-orang yang mencari kebahagian….
Juga terdapat orang-orang yang mencari kebahagiaan di dalam sebuah ketenaran dengan segala keburukan, menghabiskan saat-saatnya untuk mengarahkan mata manusia kepadanya, supaya ia menjadi pusat perhatian dengan segala tindakan dan klaim bejak dan rusaknya, maka akibat kemudian yang akan dia dapatkan adalah hanya keburukan saja, bukan kebahagiaan dan tidak aka kebahagaan di baliknya. Firman Allah –ta’aalaa-:
فأما الزبد فيذهب جفاء وأما ما ينفع الناس فيمكث فى الأرض
"Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi.”
Seperti juga orang yang mencari kebahagiaan di atas dan dalam nama seni, dengan seni yang merusak, porno dan cabul tidak kenal malu, berusaha mengombang-ambingkan nafsu, mempermainkan perasaan, mengotori hati, dan menumbuhkan rasa-rasa cinta terlarang di dalam jiwa. Maka Allah akan memikulkan ke- atas pundak penyeru dan pelakunya segala dosa orang yang telah di gelincirkan mereka tanpa mengurangi dosa mereka sama sekali. Allah akan menutup pintu kebahagiaan dari setiap orang yang belum dan tidak mengenal kekuasaan serta kebesaranya, serta tidak berlaku dengan yang perbuatan yang di ridhoinya, firmannya:
ومن أعرض عن ذكرى فإن له معيشة ضنكا ونحشره يوم القيامة أعمى () قال ربى لما حشرتنى أعمى وقد كنت بصيرا () قال كذالك أتتك ءاياتنا فنسيتها وكذالك اليوم تنسى
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?" Allah berfirman: "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan."

Sekarang, di manakah letak kebahagiaan itu? Di mana beradanya ia bagi orang yang sedang mencari-carinya? Di mana tempatnya?
Siapakah yang dapat memberikan kebahagiaan dan memasukannya ke- dalam hati kita, manusia? Sesungguhnya ia hanyalah Allah –ta’aala- , telah memberikan dan mewahyukan segala sumber kebahagiaan kepada Rasul pilihannya nabi Muhammad -shollallaahu ‘alaihi wasallam-.
Kebahagiaan adalah: Keimanan dan amal kebaikan, lihatlah Yunus bin matta –‘alaihissalam- bisa mendapatkannya sedangkan ia sedang berada dalam kegelapan dengan tiga lapis tebalnya: di dalam perut paus (hut), kemudian berada di dalam lautan, dan di tambah bearada di kegelapan malam; ketika semua pegangan tali sudah terputus semuanya kecuali hanya tali Allah, semua sebab sudah tercabik kecuali sebab Allah. Kemudian ia Yunus ia berbicara dari dalam perut ikan dengan dengan penuh kerendahan diri dan san penyesalan:
أن لااله الا أنت سبحانك إنى كنت من الظالمين
"Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim."
Maka segera iapun menemukan kebahagiaan di sana.

Kemudian Musa -‘alaihissalaam- bisa menemukan kebahagiaan di antara gelombang lautan, ia menikmati penderitaan di jalan yang di maui oleh Allah -ta’aalaa- sehingga kebahagiaanpun di dapatkannya, ucapnya:
كلا إن معى ربى سيهدين
"Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku."
Nabi Muhammad –shollallaahu ‘alaihi wasallam- mendapatkan kebahagiaan sedangkan ia sedang terancam di dalam gua dengan pedang-pedang kuffar, melihat kematian di- depan mata, kemudian ia berpaling kea rah Abu Bakar dan berkata dengan tenang dan penuh keyakinan:
لا تحزن ان الله معنا
“Janganlah engkau kawatir sesungguhnya Allah bersama kita.”
Kemudian Yusuf -‘alaihissalaam- medapatkan kebahagiaan sedangkan ia berada di dala mpenjara selama tujuh tahun sampai akhirnya mereka menanyainya tentang sebuah tafsir mimpi kemudian baru membebaskannya, sehabis itu mulailah dakwahnya:
ياصاحبى السجن ْأرباب متفرقون خير أم الله الواحد القهار
“Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa?”

Seorang ulama besar kita, Ahmad bin Hambal bagaiman ketika beliau mendapatkan siksaan yang pedih sekali, ia di cambuk dengan kejam, seandainya seekor unta di cambuk seperti dia niscaya tewas, ini seperti yang di katakan sendiri oleh si- pencambuknya. Bersamaan dengan itu ia tetap berpegang teguh dengan dasar ahlussunnah wa al jama’ah karena di dalamnya ia menemukan kebahagiaan dan di dalam siksaan itupun ia tidak mendapatkan penderitaan, bahkan kebahagiaan karena bisa mempertahankan kebenaran sesungguhnya.
Adapun orang yang telan mencambuknya, dia adalah Al Mu’tashim, ketika menjelang kematiannya, ia mengangkat cambuknya, meraupkan tanah ke- wajahnya, kemudian menangis dan berucap:” wahai yang tidak hilang kekuasannya, kasihinilah orangg yang hilang kekuasannya ini.” kemudian berkata lagi: ” seandainya aku tahu bahwasannya aku mati muda niscaya aku tidak akan melakukan yang telah aku lakukan daripada perkara dosa-dosa itu…”

Kemudian Ibn Taimiyyah mendapatkan kebahagiaan di balik terali besi atau di balik penjara, ketika beliau di tempatkan di dalam ruangan yang sempit dan gelap sekali. Maka beliau mengingat firman Allah –ta’aalaa-:
فضرب بينهم بسور له باب باطنه فيه الرحمة وظاهره من قبله العذاب
“Lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. Di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya dari situ ada siksa.”
Kemudian ia menoleh kepada orang-orang yang berada di laur penjara, mengirimkan sebuah surat kepada mereka, menyampaikan sebuah kabar baik dari balik penjara, tulisnya : “apa yang di buat oleh musuh-musuhku dengan diriku? Bahwasannya aku, syurgaku dan kebunku itu berada di dadaku, jika aku berjalan ia- pun selalu bersamaku, bagiku keamatian adalah kesyahidanku, pengusiranku dari negaraku adalah rekreasiku, sedangkan penjaraku adalah khalwatku!!! “ ternyata di manapun beliau berada selalu mendapatkan kebahagiaan karena hati selalu bersama dengan Rabb-nya, dengan penciptanya sang pemilik rasa bahagia yang memberikan dan mengkaruniakan kepada siapa saja yang dia kehendaki.
Di sinilah kebahagiaan bisa di dapatkan, kebahagiaan tidak ada kecuali di dalam ke imanan dan amal kebaikan yang telah di bawa oleh Rasulullah –shollallaahu ‘alaihi wasallam- dari Allah –ta’aalaa-. Maka barang siapa yang menempati sebuah istana indah tanpa di sertai dengan keimanan, Allah- pun akan memperuntukan baginya:
فان له معيشة ضنكا
“Maka sesungguhnya baginya adalah kehidupan yang sempit.”
Barang siapa yang mengumpulkan banyak harta tanpa di sertai dengan keimanan, maka Allah akan menstempelkan di dalam hatinya:
فإن له معيشة ضنكا
“maka sesungguhnya baginya adalah kehidupan yang sempit.”
Barang siapa yang mengumpulkan dunia, menempati jabatan dan pangkat tanpa di sertai keimanan, maka akan menjadikan keadannya dengan:
فإن له معيشة ضنكا
“maka sesungguhnya baginya adalah kehidupan yang sempit.”
Wahai para pencari kebahagiaan, wahai para perindu kebahagiaan, wahai para pencari kekekalan dalam kebahagiaan di dunia dan akhirat, ketahuilah sekali lagi kebahagiaan itu tidak ada dan tidak dapat di raih kecuali dari jalan yang telah di lalui oleh Muhammad –‘alahi asshalatatu wassalaam-. Maka jikalau engkau inginkan kebahagiaan itu, maka raihlah ia di masjid-masjid, di mushaf Qur’an, di sunnah baginda yang mulya, di dalam dzikir kepada ERabb-mu, di dalam tilawahmu, di dalam petunjuk Rabb- mu, di dalam ke- istiqomahan, dan keteguhan, dan di dalam mengikuti segala ajaran nabimu yang mulya –shollallaahu ‘alaihi wasallam-.
Akhirnya, mudahan kita semua bisa mendapatkan kebahagiaan sebenarnya di dunia dan akhirat yang menanti. Amieen…
Wallahu a’lamu bisshawaab…

0 komentar: