Oleh: Hafidz el_Maqshudy
Ketika kita menyemai benih untuk tumbuh menjadi tanaman baru, seringkali tidak semua benih yang kita semaikan tumbuh dengan baik seperti yang di harapkan, bahkan banyak kalanya ada yang tidak tumbuh atau tumbuh dalam keadaan yang tidak sempurna. Bibit yang sudah tumbuh dengan baik sekalipun ada kalanya dalam perjalanan menuju tuanya rusak di tengah perjalanan, bahkan banyak juga buah yang sudah siap untuk di petik ternyata rusak terkena ulat atau hama tanaman sehingga tidak dapat di nikmati hasilnya.
Sekiranya memang hampir tidak ada bedanya antara manusia dengan tumbuhan dalam proses menuju kematangannya masing-masing, barangkali hanya sistemnya saja yang berbeda. Ketika kita di lahirkan dari rahim ibu kita masing-masing harapan yang muncul dari kedua orang tua kita adalah supaya anaknya nanti tumbuh menjadi manusia sukses dan berhasil, paling tidak melebihi keadaan mereka sendiri.
Ketika ketika kita tidak memelihara niat kita dengan baik, tidak menjaga semangat untuk sukses ketika awal kali meninggalkan pintu rumah kita, maka bibit-bibit itu benar-benar akan tumbuh mengering dan akhirnya mati, atau sekurangnya tumbuh menjadi pohon yang tidak menghasilkan buah baik. Hanya akan menjadi cerita buruk ketika waktu sudah terlewatkan tanpa bisa mengulangnya lagi. Sebuah kata mutiara yang sudah sangat sering sekali kita dengar:
”man jadda wa jadda”
Sekiranya cocok untuk selalu mengingatkan kita. Dengan senantiasa menjaga niat dan semangat ketika awal mengangkat kaki dari pintu rumah kita di Indonesia, kemudian harapan ketika awal kaki menginjakkan kaki di Negeri Kinanah ini, maka kita tidak-lah akan menjadi seperti mereka yang berguguran di tengan perjalanan.
Siapakah mereka yang berguguran itu?
Mereka adalah orang yang gagal menjaga dan memelihara pohon itu menjadi pohon yang baik, berakar kuat dan berbuah baik pula. Menghabiskan waktunya hanya untuk dalam kelalaian serta kesiaan, lupa pada saat-saatnya yang seharusnya ia terus berbuat dengan keras, menyiram pohon yang sudah tumbuh itu dengan ketekunan, senantiasa membersihkannya dari penyakit-penyakit yang menyerangnya sebelum menjadi parah dan sukar untuk di obati lagi, sebelum buahnya menjadi rusak dan tidak memiliki nilai yang berharga lagi.
Memang satu yang harus senantiasa di ingat dan di ucapkan pada diri kita masing-masing, yaitu:” saya harus menjadi sukses…”. Sebuah kalimat yang memerlukan usaha keras untuk perealisasiannya. Selalu menuntut untuk berprinsip seperti kata orang bijak si bawah ini:
” maa nadimtu ‘ala syaiin, nadamii ‘alaa ‘umri alladzi qod madho wa lam yazid ‘amalii”
Tiada hal yang patut di sesalkan, kecuali ketika umur kita terlewat-kan, sedangkan amal kita belum bertambah. Yach…agar kita tidak menjadi golongan mereka yang berguguran di tengan jalan itu.
Lalu apakah kiat untuk menjadi pohon yang memiliki akar kuat dan mempunyai buah yang baik dan bernilai tinggi?
Ada sebuah sya’ir arab yang barangkali sering kita dengar, yaitu:
“ laisa kullu maa yatamanna al-mar’u yudrikhu, tajrii arriyah bimaa laa tasytahii assufun”
Setiap yang di harapkan seseorang itu ia akanlah mendapatkannya, tapi harus di ingat bahwa angin tidak selalu bertiup mengikuti kearah mana perahu-perahu ingin berlayar. Semuanya memerlukan usaha keras, tidak bisa hanya dengan bersanta-santai saja, harus mengeluarkan keringat menggunakan tenaga yang di miliki supaya perahu yang kita kendalikan senantiasa menuju kearah yang kita tuju. Karena jika tidak, maka entah kemana pula perahu itu akan berpindah haluan dan tidak sampai tujuan yang di inginkannya. Dalam qur’an-pun Allah menitahkan:
”…waltandzur nafsun maa qoddamat lighod…” (Qur’an).
Setiap orang harus memperhatikan apa yang harus di persembahkannya untuk hari esok. Tentu bukan keggalan yang ingin di persembahkan bukan? Sudah pasti yang tertanyai dengan ini akan mengiyakan atau menganggukan kepala tanda setuju, ini kalau memang orang yang di tanya tersebut adalah orang yang masih mau menggunakan pikirannya dengan baik. Benar-benar menggunakan hati, mata dan pendengaran yang di milikinya sesuai dengan semestinya, sehingga gelar ”…qoumun laa ya’qiluun” tidak tersematkan kepada kita. Dan pada akhirnya buah yang kita hasilkan-pun betul-betul bekualitas dan bernilai tinggi.
Wallahu a’lamu bisshawab.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

0 komentar:
Posting Komentar